Jayapura, Beritakasuari.com – Sebanyak 11 jenazah pendulang emas yang menjadi korban pembunuhan di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, telah berhasil ditemukan oleh tim gabungan Satgas Damai Cartenz dan TNI. Hal ini disampaikan oleh Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz 2025, Kombes Pol Yusuf Sutejo, dalam pernyataan tertulis di Jayapura.
Peristiwa tragis ini dikonfirmasi oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), yang mengklaim bertanggung jawab atas kematian para korban. Dalam pernyataan sebelumnya, TPNPB menyebut bahwa pembunuhan dilakukan oleh pasukan Komando Daerah Pertahanan XVI Yahukimo dan Komando Daerah Pertahanan III Ndugama Derakma antara 6 hingga 8 April 2025. Para korban disebut-sebut sebagai informan militer oleh pihak TPNPB.
Proses evakuasi korban dilakukan dalam kondisi geografis yang menantang, melibatkan total 307 personel gabungan TNI-Polri, termasuk Kopasgat TNI AU dan Marinir. Jenazah ditemukan tersebar di sejumlah titik, antara lain di Camp 22, Muara Kum, Kampung Bingki, serta satu korban di Kabupaten Pegunungan Bintang dan dua di Tanjung Pamali, Yahukimo.
Hingga Sabtu (12/4), tiga jenazah telah berhasil dievakuasi ke RSUD Dekai, dan satu jenazah ke RSUD Kabupaten Boven Digoel. Tujuh jenazah lainnya direncanakan dievakuasi hari ini. Tiga jenazah yang telah sampai kini telah menjalani proses otopsi dan identifikasi oleh Tim DVI dari RS Bhayangkara Jayapura dan RSUD Dekai.
Identitas dua korban berhasil diungkap, yakni Wawan dari lokasi Mining 22 dan Stenli dari lokasi Muara Kum. Sementara satu jenazah lainnya masih menunggu data antemortem dari keluarga korban.
“Apabila dalam waktu dekat tidak ada keluarga yang dapat dihubungi, maka jenazah akan langsung dimakamkan di Yahukimo karena kondisi fisik yang terus memburuk,” ujar Yusuf.
Karumkit Bhayangkara Tingkat II Jayapura, AKBP dr. Rommy Sebastian, menambahkan bahwa proses identifikasi mengikuti standar operasi DVI secara ketat untuk menjamin keakuratan sebelum diserahkan ke pihak keluarga.
Peristiwa ini menambah catatan kelam konflik berkepanjangan di wilayah Papua Pegunungan, dan kembali menegaskan pentingnya upaya perlindungan terhadap masyarakat sipil di wilayah konflik.