Jakarta, Beritakasuari.com – Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian kembali menegaskan pentingnya sinkronisasi dan harmonisasi program antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Tanah Papua guna mempercepat pembangunan di wilayah tersebut. Menurutnya, pemekaran wilayah yang telah dilakukan hingga saat ini belum sepenuhnya berdampak optimal terhadap percepatan pembangunan jika tidak diiringi dengan keselarasan kebijakan dan program lintas sektor.
Hal tersebut disampaikan Mendagri dalam Peluncuran Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua (RAPPP) Tahun 2025–2029 yang digelar di Kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Jakarta, Selasa (16/12/2025). Dalam kesempatan itu, ia menekankan tiga tugas utama Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua, yakni melakukan sinkronisasi dan harmonisasi program, pengawasan, serta evaluasi secara optimal sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
Mendagri menilai keberadaan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua memiliki peran strategis dalam mengorganisasi dan menyelaraskan program kementerian dan lembaga di tingkat pusat agar selaras dengan kebutuhan pembangunan di daerah Papua. Harmonisasi ini juga mencakup penyelarasan antara program pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar saling mendukung dan berkelanjutan.
Ia mencontohkan bahwa kegagalan sejumlah program nasional kerap terjadi karena tidak adanya kesinambungan dengan program lanjutan di daerah.
“Jangan sampai terjadi program pusat, misalnya membangun bendungan dan kemudian irigasi yang harusnya dibuat oleh provinsi siripnya, tersiernya dibuat oleh kabupaten/kota itu gak jalan,” ujarnya.
Menurut Tito Karnavian, ketidaksinambungan tersebut sering kali dipengaruhi oleh perbedaan janji politik dan prioritas masing-masing kepala daerah. Oleh karena itu, ia menyarankan agar mekanisme pelaksanaan RAPPP 2025–2029 dirancang fleksibel dengan membuka ruang umpan balik dari pemerintah daerah, sehingga penyusunan program tidak semata bersifat top-down.
“Kita tidak ingin program ini [menjadi] program design yang top-down. Kalau program top-down nanti belum tentu cocok dengan situasi daerah masing-masing. Oleh karena itu perlu mekanisme juga mendengarkan bottom-up dari bawah,” tegasnya.
Selain harmonisasi program, Mendagri juga meminta Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua menjalankan fungsi pengawasan secara berkala terhadap daerah-daerah yang masih menghadapi kendala dalam pelaksanaan agenda percepatan pembangunan. Pengawasan tersebut diharapkan tidak bersifat represif, melainkan solutif dan partisipatif.
“Juga bisa menampung aspirasi, tidak hanya mengawasi seperti lebih superior, tidak. Tapi tentu juga bisa menampung masukan dari kepala daerah,” katanya.
Ia mengusulkan agar evaluasi kinerja pembangunan dilakukan secara rutin setiap tiga atau empat bulan. Apabila hasil evaluasi menunjukkan tidak adanya perbaikan signifikan, maka laporan tersebut dapat dipantau langsung oleh Presiden, sekaligus membuka kemungkinan adanya intervensi kebijakan lanjutan.
Sebagai informasi, Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua merupakan lembaga nonstruktural yang dibentuk untuk mengharmonisasi program percepatan pembangunan di Papua dan ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 110/P Tahun 2025. Keberadaan komite ini diharapkan mampu memastikan seluruh program pembangunan berjalan selaras, tepat sasaran, dan memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat Papua.



